Kayuputih (Melaleuca cajuputi Powell) merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki banyak manfaat terutama pada olahan minyak atsiri. Minyak atsiri diperoleh dengan cara disuling daunnnya. Penelitian terkait pohon kayu putih telah banyak dilakukan, tetapi belum terdata dengan baik, sehingga tidak diketahui aspek apa yang telah diteliti
Kamimenjual berbagai macam produk minyak berkualitas untuk Kesehatan dengan harga terjangkau
bahwaminyak kayu putih dari jenis Melaleuca leucadendraL. yang berasal dari pulau Jawa memperoleh rendemen tertinggi dengan menggunakan metode distilasi kukus yaitu sebesar 2,5% (Helfiansyah dkk., 2013), dari Kalimantan Tengah memiliki rendemen yang lebih rendah yaitu 0,43% (Widiana dkk., 2015), namun belum
Beberapaspesies bisa ditemukan sampai ke daratan Papua Nugini, Indonesia, dan Filipina. Sedangkan kayu putih yang kita kenal berasal dari genus Melaleuca dengan 300 spesies berbeda. Jenis-Jenis Pohon Kayu Putih. Ada beberapa jenis pohon kayu putih yang dapat diekstrak menjadi minyak esensial alami. Yang paling umum adalah Melaleuca cajuputi.
MinyakKayu Putih â Minyak kayu putih dikenal memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.Baunya yang khas membuat orang yang menghirupnya menjadi lebih tenang dan lebih fresh. Anak kecil biasanya dibalur minyak kayu putih setelah mandi untuk memberinya kehangatan.Namun, selain manfaat tersebut, ternyata minyak kayu putih menyimpan manfaat
OcdZ. ï»żMinyak kayu putih biasanya didapatkan dari daun pohon melaleuca leucadendron .bagian ekstrak pada sel tumbuhan yang memiliki kemampuan dalam menyimpan minyak kayu putih adalah Nama kemampuan = Vakuola menyimpan minyak asiri seperti minyak kayu putih, pepermin, dan aroma harum pada bunga Batang nyasemoga bisa mrmbantu
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsISBN 978-602-440-992-0KehutananPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsEditorM. Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bogor, Desember 2019Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana No. 3,Kota Bogor - MindawatiTotok Kartono WaluyoEditorM. Hesti Lestari TataPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Judul BukuBunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsTim PenyusunHesti Lestari Tata, Merryana Kiding Allo, Aswandi, Cut Rizlani Kholibrina, Imam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful Islam, Antun Puspanti, Septina Asih Widuri, Noorcahyati, Yusub Wibisono, Mardi T. Rengku, Retno Agustarini, Yetti Heryati, Michael Daru Enggar Wiratmoko, Avry Pribadi, Andika Silva Y., Syasri Janetta, Ramiduk Nainggolan, Lolia Shanti, Rozy Hardinasty, Nurhaeda Muin, Nur Hayati, Wahyudi Isnan, Zainuddin, Lincah Andadari, Asmanah Widarti, Andrian Fernandes, Rizki Maharani, Gusmailina, Gustan Pari, Sri Komarayati, Nur Adi SaputraReviewerNina Mindawati Totok Kartono WaluyoEditorDr. Hesti Lestari Tata, SSi. Sampul & Penata IsiMakhbub Khoirul Fahmi Jumlah Halaman 246 + 22 halaman romawiEdisi/CetakanCetakan 1, Desember 2019PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail 978-602-440-993-7Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan© 2019, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Kata PengantarPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan karunia-Nya sehingga buku bunga rampai âPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Mendukung Sustainable Development Goalsâ ini dapat ini merupakan persembahan dan hasil karya para Peneliti Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan Rencana Penelitian dan Pengembangan RPPIg Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK, selama tiga tahun mulai dari tahun 2017-2019. Kegiatan RPPI pengembangan HHBK merupakan upaya pencapaian target Rencana Strategis KLHK dan lebih jauh berkontribusi dalam pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan sustainable development goals, SDG. Pengelolaan HHBK secara lestari akan mendukung 7 target dari 17 target SDGs yang sudah dicanangkan akan tercapai pada tahun 2030. Pengembangan HHBK memerlukan koordinasi dan integrasi berbagai sektor dan para pihak mulai dari hulu di penyediaan bahan baku, hingga ke bagian hilir, pada proses produksi dan industry. Selain dukungan pendanaan dan kebijakan yang kondusif. Buku ini membahas sebagian komponen dalam pengembangan dan pengelolaan beberapa komoditas HHBK, yaitu meliputi aspek teknologi budidaya untuk menyediaan bahan baku, aspek lingkungan, manusia dan manajemennya, serta aspek diversiîkasi produk HHBK. Semua aspek yang dibahas dalam buku ini memiliki relevansinya terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG.Kami menyadari buku bunga rampai ini masih banyak kekurangannya. Tetapi kami berharap buku ini dapat menjadi landasan bagi berbagai pihak yang berminat mengelaborasi praktik-praktik terbaik dalam pengembangan HHBK di Indonesia. Besar harapan kami agar buku bunga rampai ini bisa menjadi referensi, lesson learned, dan alat penyadartahuan terkait pengembangan dan pengelolaan kasih kami ucapkan kepada para penulis yang telah berkontribusi dalam buku bunga rampai ini, Peer Review, Tim Editor, Tim Sekretariat, dan pihak Penerbit, yang telah membantu penyusunan buku bunga rampai ini. Semoga buku Bunga Rampai ini Desember 2019Kepala Pusat Penelitian & Pengembangan HutanDr. Ir. Kirsîanti Linda Ginoga, BAB 6BUDIDAYA TANAMAN KAYU PUTIH Melaleuca cajuputi Subs. Cajuputi UNGGUL F1 DI KHDTK KEMAMPO, SUMATERA SELATANImam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful IslamBalai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan BP2LHK Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Puntikayu Palembang Imam_balittaman Tanaman kayu putih Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi merupakan salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang umumnya terdapat di daerah Indonesia Bagian Timur. Tanaman ini menghasilkan produksi hasil hutan bukan kayu berupa minyak kayu putih yang didapatkan dari proses penyulingan daun melalui prinsip destilasi. Minyak kayu putih umumnya digunakan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat akan minyak kayu putih di dalam negeri diperkirakan sebesar ton minyak kayu putih untuk setiap tahunnya. Di lain pihak, kemampuan produksi minyak kayu putih Indonesia sekitar 450 ton setiap tahunnya, dimana produksi tersebut berasal dari hektar areal tanaman kayu putih yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka diperkirakan setiap tahun terdapat deîsit pasokan kebutuhan minyak 100Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalskayu putih sekitar ton Kartikawati dan Rimbawanto, 2012. Adanya kekurangan pasokan akan kebutuhan kayu putih di sisi yang lain merupakan peluang untuk dilakukannya pengembangan pembangunan hutan tanaman dan pembangunan industri minyak kayu putih di kongkrit sebagai salah satu upaya untuk peningkatan produksi minyak kayu putih adalah dilakukannya kegiatan penelitian pemuliaan pohon kayu putih untuk mendapatkan benih unggul. Salah satu benih unggul kayu putih yang telah dihasilkan adalah benih unggul kayu putih F1 hasil dari B2P2BPTH Yogyakarta. Keunggulan dari benih kayu putih yang dihasilkan adalah terletak pada potensi produksi daun, nilai rendemen dan kandungan sineol. Benih unggul kayu putih F1 Yogyakarta mampu menghasilkan 3-5 kg daun, mempunyai rendemen rata-rata 2% dan kandungan sineol sebesar 65% Kartikawati, 2017. Penggunaan benih unggul mempunyai produksi yang sangat besar bilamana dibandingkan dengan benih biasa yang umumnya menghasilkan 1kg daun, rendemen 0,5-1% serta kandungan sineol 200 mm/bulan termasuk bulan basah. Kecepatan angin tergolong rendah, yaitu antara 2,250 - 3,921 km/jam dan rata-rata 2,529 km/jam. Arah angin dominan adalah angin tenggara yaitu angin yang bertiup dari tenggara ke arah Barat Laut dengan frekuensi 54,20% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Arah angin dominan kedua adalah dari Barat Laut dengan frekuensi sebesar 39,30% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Selebihnya adalah arah angin timur dengan frekuensi hanya 6,60% dengan kecepatan 60 %, kelas mutu utama dengan kadar sineol 55-60 % dan kelas mutu pertama dengan kadar sineol 50-<55 %. Analisis kualitas minyak kayu putih hasil dari penyulingan daun tanaman kayu putih umur 1 tahun di KHDTK Kemampo menghasilkan kadar 1,8 cineole sebesar 72,3% Muslimin et al., 2017 dan termasuk dalam kelas kualitas mutu super. Pengembangan budidaya jenis tanaman kayu putih mempunyai prospek yang sangat baik. Pengembangan budidaya dilakukan pada daerah-daerah di luar pulau Jawa yang memang mempunyai luasan lahan terlantar yang sangat besar. Ujicoba budidaya penanaman kayu putih di luar sebaran alaminya 118Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalsdengan menggunakan benih unggul F1 dilakukan di KHDTK Kemampo Banyuasin, Sumatera Selatan. Ujicoba penanaman ini menghasilkan nilai rendemen yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sumber benihnya Paliyan, Gunung Kidul, namun mempunyai kandungan 1,8 cineole yang sangat baik dan termasuk dalam kelas kualitas super. Data dan informasi ini menunjukkan bahwasanya upaya pengembangan budidaya jenis kayu putih di luar Pulau jawa pada umumnya dan pengembangannya di Pulau Sumatera pada khususnya layak untuk dikembangkan karen memang mampu menghasilkan kualitas mutu minyak kayu putih yang sudah sesuai dengan SNI. Daftar PustakaBozzano, M., Jalonen, R., îomas, E., Boshier, D., Gallo, L., Cavers, S., BordĂĄcs, S., Smith, P. & Loo, J., eds. 2014 Genetic considerations in ecosystem restoration using native tree species. State of the Worldâs Forest Genetic Resources â îematic Study. Rome FAO and Bioversity InternationalBudiadi, Hiroaki, I., Sigit, S., Yoichi, K. 2005 Variation in Kayu Putih Melaleuca leucadendron Linn oil quality under diîerent farming system in Java, Indonesia. Eurasian Journal Forest Research. 8115-20. Balittaman & Unsri 2002 Desain engineering wanariset Kemampo. Laporan hasil Kegiatan kerjasama Balittaman dan Unsri. Kementerian Kehutanan. Tidak dipublikasikan. Cikya 2017 Identiîkasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak dipublikasikan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan 2012 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2012. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Kehutanan. 119Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019. Haroen, W. K. 2016 Diversiîkasi serat pulp untuk produk inovatif. Journal of Lignocellulose Technology. 1 C., Chantaranothai, P., Thammathaworn, A. 2007 Contribution to the leaf anatomy and taxonomy of thai Myrtaceae. The Natural History of Chulalongkorn University. 7135-45. Kartikawati, N. K. 2017 Minyak Kayu Putih Peningkatan Mutu Genetik Tanaman Kayu putih. Yogyakarta Kaliwangi. Khalil, M. I., Mahaneem, M., Jamalullail, S. M. S., alam, N., Sulaiman, S. A. 2011 Evaluation of radical scavenging activity and colour intensity of nine Malaysian Honeys of Diîerent origin. Journal of ApiProduct and ApiMedical Science. 314-11. DOI. J. H., Liu, K. H., Yoon, Y., Sornnuwat, Y., Kitirattrakarn, T., Anantachoke, C. 2005 Essential leaf oils from Melaleuca cajuputi. Proc. WOCMAP III. Vol. 6 Traditional Medicine Nutraceuticals. Acta Hort. Kodir, A., Hartono, D. M., Mansur, I. 2016 Cajuput in ex-coal mining land to support sustainable development. International Journal of Engineering Research & Technology IJERT. 59357-361. S. N., Majid, N. M., Shazili, N. A. M., Abdu, A. 2013 Growth performance, biomass and phytoextraction eîciency of Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in remediating heavy metal contaminated soil. American Journal of Environmental Science. 94310-316. DOI. 10. 3844/ 120Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsMuslimin, I., Kurniawan, A., Kusdi, Syaiful, I. 2019. Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak I., Kurniawan, A., Sagala, N., Kusdi. 2017 Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak T. 1997 Peatswamp forest rehabilitation study in îailand. îe 6th annual international workshop of BIO-Refor. December 2-5, 1997. Brisbane. Australia. Osaki, M., Watanabe, T., Ishizawa, T., Nilnond, C., Nuyim, T., Sittibush, C., Tadano, T. 1998 Nutritional characteristics in leaves of native plants grown in acid sulfate, peat, sandy podzolic, and saline soils distributed in Peninsular îailand. Plant & Soil, 2012175-182. Perhutani 2016 Toko Perhutani Minyak kayu putih. Diakses tanggal 8 Maret 2019. Rimbawanto, A. 2017 Minyak Kayu Putih Seluk Beluk Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Rimbawanto, A. 2017b Minyak Kayu Putih Budidaya Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Salim, J. M., Husni, U., Junaidi, N. H. A.,Lammu, R., Salam, M. R. 2013 Natural vegetation of BRIS soil ecosystem on coastal dune of Terengganu. Seminar Kebangsaan Pemuliharaan Hutan Pesisir Pantai Negara, 11â13 Jun 2013, Universiti Malaysia Terengganu, Kuala Terengganu. 121Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanSudaryono 2010 Evaluasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi Lingkungan. 111105 P., Eang P., Tann S. & Chakraborty, I. 2017 Carbon stock of peat soils in mangrove forest in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary, Koh Kong Province, southwestern Cambodia. Cambodian Journal of Natural History, 2017, 55â N. Q. 2009 Melaleuca Timber. German Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH. Weiss, 1997 Melaleuca cajuputi, pp. 311-314. In Weiss, ed., Essential Oil Crops. Wallingford, Oxon, CAB International. ... Ini diperoleh dari proses penyulingan daun menggunakan prinsip penyulingan. Minyak kayu putih pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah lama dimanfaatkan masyarakat Indonesia Muslimin et al., 2019. Selain di Indonesia bagian timur, pohon kayu putih merupakan pohon pionir sebagai reboisasi lahan yang pertama kali di tanam di Pulau Jawa pada tahun 1924. ...... Kebutuhan minyak kayu putih masih sangat besar untuk dalam negeri dan diperkirakan mencapai ton setiap tahunnya. Di sisi lain, dengan area produksi seluas hektare di seluruh Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 450 ton per tahun Muslimin et al., 2019. Kekurangan bahan baku kayu putih merupakan peluang sekaligus ancaman terutama bagi petani pengelola tanaman kayu putih karena menjadi peluang untuk mengimpor bahan baku antara lain jenis Eucalyptus yang antara lain banyak terdapat di Australia dan Cina. ...Industri minyak kayu putih di Indonesia yang dominan berbahan baku daun tanaman Melaleuca cajuputi secara umum masih memerlukan perbaikan kinerja antara lain kinerja proses penyulingan untuk meningkatkan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan. Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk melakukan pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan mitra dalam untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih minyak kayu putih yang dilakukan. Tahapan kegiatan terdiri dua tahapan sebagai yaitu 1 pengamatan terhadap keseluruhan proses penyulingan minyak kayu putih mulai dari bahan baku yang digunakan daun kayu putih, perlakuan pendahuluan bahan baku sebelum dilakukan proses penyulingan, dan proses penyulingan yang dilakukan, dan 2 penyuluhan dan pendampingan terhadap mitra tentang usul upaya peningkatan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih. Berdasarkan hasil pengabdian pada masyarakat yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih memerlukan perlakuan pendahuluan terhadap daun kayu putih yang digunakan dan kinerjanya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia tanaman kayu putih yang digunakan sebagai sumber bahan litt le is known about peatlands in Cambodia. The peatland in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary PKWS, Koh Kong Province, was discovered in 2014 and covers 4,976 ha including 38 ha outside the sanctuary in a coastal mangrove forest. In addition to their functions as habitats and maintaining water quality, peatlands are signifi cant carbon sinks and therefore play important roles in mitigating climate change. Determining the size of the carbon stock in peat in PKWS is consequently valuable for understanding the sequestration capacity of Cambodian peatlands. We estimated the amount of carbon stock of peat soils in the mangrove forest of the sanctuary. Peat cores were collected and analysed. The carbon content of the peat was between and and its bulk density was g/cm 3. Based on our work and previous studies, the average depth of the peat layer is 110 cm and the total peat volume is about Ă 107 m 3. We consequently estimate that approximately Ă 10 6 Mg of carbon is stored in the peatlands of metals are very toxic and soil contaminated with sewage sludge urgently need remediation in order to avoid related health hazards. Phytoremediation is a low cost and reliable technique to remediate heavy metal contamination. However phytoremediation using timber species was rarely reported and its efficiency was questionable. A field study was conducted to examine the efficiency of two timber species namely Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in phytoextraction of Zn, Cu and Cd from contaminated soil. Two hundred of A. mangium and M. cajuputi were planted on sewage sludge disposal site and the growth was recorded for 12 months before at the end total biomass of each species was determined. Results show in 12 months, about 72 and 4 t ha-1 of aboveground biomass can be produced by A. mangium and M. cajuputi, respectively. Both species show potential for phytoremediation, however A. mangium is more efficient compared to M. cajuputi where efficiency of A. mangium to remove Zn was for Cu and for Cd. As for M. cajuputi the efficiency was and for Zn, Cu and Cd, respectively. It is projected that A. mangium require 5, 17 and 20 years to remove kg ha-1 of Zn, kg ha-1 of Cu and kg ha-1 of Cd, is renewed interest in the use of native tree species in ecosystem restoration for their biodiversity benefits. Growing native tree species in production systems plantation forests and subsistence agriculture can also ensure landscape functionality and support for human livelihoods. Achieving full benefits, however, requires consideration of genetic aspects that are often neglected, such as suitability of germplasm to the site, quality and quantity of the genetic pool used and regeneration potential. Understanding the extent and nature of gene flow across fragmented agro-ecosystems is also crucial to successful ecosystem restoration. This study, prepared within the ambit of The State of the Worldâs Forest Genetic Resources, reviews the role of genetic considerations in a wide range of ecosystem restoration activities involving trees. It evaluates how different approaches take, or could take, genetic aspects into account, thereby leading to the identification and selection of the most appropriate methods. The publication includes a review and syntheses of experience and results; an analysis of successes and failures in various systems; and definitions of best practices including genetic aspects. It also identifies knowledge gaps and needs for further research and development efforts. Its findings, drawn from a range of approaches, help to clarify the role of genetic diversity and will contribute to future developments. Available for download at Ridges Interspersed with Swales' BRIS soil dominates coastal dune of Terengganu. This soil formation is characterized by oligotrophic soil condition with harsh physical environments. Three distinct natural vegetation formations on BRIS soil ecosystem were elaborated. Lowland mixed dipterocarp forest strictly in Jambu Bongkok Forest Reserve has low regeneration potential by having small number of large trees, but high number of saplings and seedlings. Melaleuca swamp is dominated by Melaleuca cajuputi. Associated with the swamp are endemic submerged Cyperaceae, Websteria confervoides and carnivorous plants of Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Heath vegetation is characterized by lower stature vegetation, forming a vegetation clumps determined by clumping soil resources availability nutrients and water. Overall, BRIS soils ecosystem of Terengganu supports low diversity but well adapted vegetations due to its soil conditions and physical settings. In situ conservation of this ecosystem for ecological research and genetic resources is worth given attention considering continuous threats from fragmentation and degradation. ABSTRAK Tanah 'Beach Ridges Interspersed with Swales' atau singkatannya BRIS mendominasi tanah persekitaran pantai Terengganu. Bentukan tanah ini dicirikan oleh tanah oligotrofik dengan persekitaran fizikal melampau. Tiga bentukan vegetasi semulajadi ketara ekosistem tanah BRIS dihuraikan. Hutan dipterokap tanah rendah terhad di Hutan Simpan Jambu Bongkok mempunyai keupayaan regenerasi yang rendah dengan bilangan pokok dewasa yang rendah berbanding dengan bilangan anak benih dan anak pokok. Paya gelam dikuasai oleh spesis Melaleuca cajuputi. Tumbuhan bersekutu dengan paya gelam terdiri daripada Rusiga Cyperaceae endemik tenggelam, Websteria confervoides dan tumbuhan karnivor Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Vegetasi 'heath' atau kerangas dicirikan oleh vegetasi rendah yang membentuk kelompok vegetasi yang ditentukan oleh kebolehdapatan sumber tanah nutrien dan air yang berkelompok. Konservasi in situ ekosistem ini untuk kajian ekologi dan sumber genetik adalah wajar memandangkan ancaman berterusan yang dihadapi oleh ekosistem ini yang berpunca daripada fragmentasi dan degradasi lands face the problems of acidic soil conditions, a lack of top soil, and an excess of surface rocks, which result in less fertile soil. Under these conditions, plants must adapt to grow well in soil that is acidic and less fertile. To counteract these harsh conditions for plant growth, the use of cajuput Melaleuca cajuputi in the land formerly mined by PT Bukit Asam is tested. This study aims to determine the growth, leaf production, oil quality and economic potential of cajuput. This study finds that cajuput is suitable to be developed in ex-mining areas with acidic, less fertile soil conditions; is resistant to puddling if it is planted in a garden pattern; and can be H. KimK H Liu YoonChoojit AnantachokeHydrodistillation of cajuput Melaleuca cajuputi leaves collected from 6 sites in Narathiwat gave different yields of cajuput oils. The maximum oil yield was obtained from leaves from Ban Koke Kuwae, Thambon Kosit, and Amphur Tak Bai. The oil yields from leaf samples of other sites were from Ban Pha Ye and Thambon Sungai Padi in Amphur Sungai Padi; from Ban Lubosama, and Thambon Pasemat, in Amphur Sungai Kolok; from Ban Tha Se, and Thambon Kosit, in Amphur Tak Bai; from Ban Mai, and Thambon Sungai Padi, in Amphur Sungai Padi; and from Ban Toh Daeng, and Thambon Phuyoh, in Amphur Sungai Kolok. Cajuput oil densities from the 2 sites of Amphur Sungai Kolok and from Ban Mai, Thambon Sungai Padi, Amphur Sungai Padi were almost the same, but higher than others. Although major components were not different, the minor components varied in terms of both structure and proportion. The major compositions of both cajuput oils from Ban Toh Daeng, Thambon Phuyoh, and Amphur Sungai Kolok consisted of monoterpenes and sesquiterpenes, and the rest were hydrocarbons and a diterpene. Other cajuput oils obtained composed mainly of monoterpenes more than 62%, sesquiterpenes, hydrocarbons and some unknown compounds respectively. There was no diterpene present in these oils. Since cajuput oil was locally used as insecticide, termicidal activities of all oils were also sulfate soils, peat soils, sandy podzolic, and saline soils are widely distributed in Peninsular Thailand. Native plants adapted to such problem soils have grown well, and showed no symptom of mineral deficiency or toxicity. Dominant plants growing in low pH soils acid sulfate and peat were Melastoma marabathricum and Melaleuca cajuputi. Since M. marabathricum accumulated a huge amount of aluminum Al in leaves, especially in new growing leaves, it can be designated an Al accumulator plant. While M. cajuputi did not accumulate Al in shoot, it can be designated an Al excluder plant. Both plant species adapted well to low pH soils, though a different strategy was used for Al. On the other hand, in acid sulfate and peat soils, M. cajuputi, Panicum repens, Cyperus haspan, and Ischaemum aristatum accumulated large amounts of Na in the leaves or shoots, even in soil with low exchangeable Na concentration. Thus, when growing in the presence of high Al and Na concentration in soils, plant species have developed two opposite strategies 1 Al or Na accumulation in the leaf and 2 Al or Na exclusion from the leaf. Al concentration in leaves had a negative relationship with the other mineral nutrients except for N and Mn, and Na concentration in leaves also had a negative relationship with P, Zn, Mn, Cu, and Al. Consequently, Al and Na accumulator plants are characterized by their exclusion of other minerals from their gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI PalembangCikyaCikya 2017 Identifikasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak tea tree yield and quality through breeding and selectionJ C DoranG R BakerG J MurtaghI A SouthwellDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019.
AgaRipki AgaRipki Biologi Sekolah Menengah Atas terjawab Minyak kayu putih biasanyan didapatkan dari daun pohon melaleuca leucadendron. bagian ekstrak pada sel tumbuhan yang memiliki kemampuan dalam menyimpan minyak kayu putih adalah...m a. vakuolab. kloroplasc. leukoplasd. kromoplase. dinding sel Iklan Iklan hafizhapes hafizhapes krna di sna mengandung zat mniyak kayu putih Iklan Iklan Pertanyaan baru di Biologi 1. Ibu hamil yang menggunakan obat yang tergolong teratogen, akan besar kemungkinan menyebabkan gangguan pada bayi yang dilahirkannya. Efek samping te ⊠rsebut tergolong dalam? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 2. Penggunaan Metformin pada pasien Diabetes Melitus dengan dosis besar dapat meyebabkan efek samping hipoglikemi. Kondisi tersebut merupakan golongan efek samping obat tipe? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 3. Pengguna narkotika akan mengalami efek kecanduan bila berhenti mengkonsumsi obat secara tiba-tiba. Efek samping tersebut termasuk dalam kategori? A. Dose-dependent B. Delayed effect C. Withdrawal syndrome D. Fast Effect E. Dose-independent 4. Efek Samping Obat yang timbul tidak tergantung tehadap dosis obat yang diberikan termasuk dalam klasifikasi? A. Dose-independent B. Dose-dependent C. Delayed effect D. Withdrawal syndrome E. Fast Effect 29. Sebuah virus ditempatkan pada sebuah kubus berukuran besar dengan volume V. Virus tersebut memiliki kemampuan untuk membelah diri dengan kelajuan ⊠menjadi dua bagian yang sama besar tiap detiknya. Pada detik ke 200, virus tersebut memenuhi seluruh bagian kubus. Pada detik ke berapa virus tersebut menyisi 1/4 dari volume kubus tersebut? â apakah kesempatan dan tantangan dalam pemanfaatan energi matahari sebagai pembangkit tenaga listrik di Indonesia?â 2 makalah / jurnal mengenai penyakit Sistem Saraf Otonom? tolong bantu tugas ku 1. pulau kecil dari solir yang tidak dihuni manusia memiliki tipe habitat hutan dan Savana di sana terdapat populasi tikus hutan yang melimpah luas pu ⊠lau tersebut hanya sekitar 1000 mÂČ setelah dilakukan inventarisasi ternyata terdapat dua spesies yang berbeda yaitu spesies A dan B total populasi keduanya 5300 individu jika spesies A populasinya 40%, berapa densitas populasi spesies B di pulau tersebut? ekor/ Sebelumnya Berikutnya Iklan
Minyak Atsiri KAYU PUTIH Oleh A M R U L L A H FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR KAYU PUTIH Kayu putih Melaleuca leucadendron L. merupakan tanaman yang tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu putih cajuput oil yang berkhasiat sebagai obat, insektisida dan wangi-wangian. Selain itu, pohon kayu putih dapat digunakan untuk konservasi lahan kritis dan kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan bukan sebagai bahan bangunan. Dengan demikian, kayu putih memiliki nilai ekonomi cukup tinggi Sunanto, 2003. Tanaman kayu putih berasal dari Australia dan saat ini sudah tersebar di Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah dan di pegunungan. Dalam sistematika tumbuhan kayu putih Melaleuca leucadendron L. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisio Spermatophyta Subdivisio Angiospermae Kelas Dicotyledonae Sub kelas Archichlamideae Ordo Myrtales Famili Myrtaceae Genus Melaleuca Spesies Melaleuca leucadendron Daun kayu putih Daun merupakan bagian tumbuhan yang terpenting, karena dari daun inilah akan dihasilkan minyak kayu putih. Tanaman kayu putih termasuk jenis tumbuhan kormus karena tubuh tanaman secara nyata memperlihatkan diferensiasi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar radix, batang caulis, dan daun folium. Daun kayu putih terdiri atas dua bagian, yaitu tangkai daun petiolus dan helaian daun lamina. a. Tangkai daun petiolus Tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaian daun, yang berfungsi untuk menempatkan helaian daun pada posisi yang tepat, sehingga dapat memperoleh cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Tangkai daun berbentuk bulat kecil, sedangkan panjang tangkainya bervariasi. b. Helaian daun lamina Helaian daun kayu putih bercirikan berwarna hijau muda untuk daun muda dan hijau tua untuk daun tua karena mengandung zat warna hijau atau khlorofil. Selain itu daun kayu putih memiliki tulang daun dalam jumlah yang bervariasi antara 3 â 5 buah, tepi daun rata dan permukaan daun dilapisi oleh bulu-bulu halus. Ukuran lebar daun kayu putih berkisar antara 0,66 cm â 4,30 cm dan panjangnya antara 5,40 â 10,15 cm. Daun-daun tumbuh pada cabang- cabang tanaman secara selang-seling, pada satu tangkai daun terdapat lebih dari satu helai daun sehingga disebut sebagai jenis daun majemuk. Daun kayu putih mengandung cairan yang disebut cineol sineol dimana apabila daun diremas, cairan ini akan keluar dan mengeluarkan aroma yang khas. Selain itu daun kayu putih juga mengandung komponen lain, seperti terpineol, benzaldehyde, dipentene, limonene dan pinene. Minyak kayu putih Minyak kayu putih didapatkan dari hasil penyulingan daun kayu putih. Kandungan utama minyak kayu putih adalah sineol cineole. Semakin besar kadar sineolnya, kualitas minyak kayu putih semakin tinggi. Selain itu daun kayu putih juga mengandung komponen lain, seperti terpineol benzaldehyde, dipentene, limonene dan pinene Proses ekstraksi minyak kayu putih dari daun tanaman ini dilakukan dengan cara atau proses yang sederhana yaitu berupa penguapan minyak dari daun dan kemudian dikondensasikan. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara komponen minyak dengan air, yang diperoleh dari semua bahan cair yang diperoleh dalam proses kondensasi. Proses Produksi Pengolahan daun kayu putih dimaksudkan untuk mengekstrak minyak kayu putih yang ada pada daun tanaman ini. Proses produksi dalam pembuatan minyak kayu putih diawali dengan pemetikan daun kayu putih. Dalam proses pemetikan ada 2 macam cara, yaitu 1. Pemetikan sistem rimbas, yaitu tegakan pohon kayu putih yang berumur 5 tahun ke atas,dengan ketinggian 5 meter, daunnya dipangkas. Satu tahun berikutnya, setelah tanaman kayu putih sudah mempunyai daun yang lebat, kemudian bisa dilakukan perimbasan lagi. 2. Pemetikan sistem urut, yaitu dengan cara dipotong dengan menggunakan alat arit khusus untuk daun-daun yang sudah cukup umur. Cara ini menjadi kurang praktis, karena pemetik harus memilih daun satu per satu. Pemetikan dilakukan pada awal musim kemarau, pada saat sudah tidak banyak turun hujan sehingga tidak mengganggu pekerjaan pemetikan daun. Di samping itu, jika pemetikan dilakukan pada awal musim kemarau, pada akhir musim hujan awal musim kemarau tiap tanaman telah menumbuhkan daun dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, pemetikan atau pengambilan daun-daun kayu putih dapat dilakukan sekali dalam satu tahun, jika pertumbuhan tanaman subur. Setelah pemetikan daun, daun kayu putih yang siap untuk disuling disimpan terlebih dahulu. Penyimpanan dilakukan dengan menebarkan daun di lantai yang kering dan memiliki ketinggian sekitar 20cm, dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Dalam penyimpanan ini, daun-daun tidak boleh disimpan dalam karung karena akan mengakibatkan minyak yang dihasilkan berbau apeg dan kadar sineol dalam minyak rendah. Penyimpanan daun dilakukan maksimal selama satu minggu. Kerusakan minyak kayu putih akibat penyimpanan terutama terjadi karena proses hidrolisis dan pendamaran komponen-komponen yang terdapat dalam daun. Pengaruh hidrolisis ini dapat dicegah dengan menyimpan daun di tempat yang kering dengan sirkulasi udara sekecil mungkin. Sedangkan pengaruh pendamaran dapat diminimalkan dengan mempersingkat waktu penyimpanan dan menurunkan suhu penyimpanan. Dalam proses selanjutnya, daun kayu putih masuk dalam proses pembuatan minyak kayu putih. Proses penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu 1. Pembuatan Uap Alat-alat yang digunakan pada pembuatan uap sebagai pensuplai uap panas antara lain a Boiler berfungsi untuk memproduksi uap yang akan digunakan untuk mendestilasi minyak kayu putih dari daun kayu putih pada bak daun yang dihasilkan air yang berasal dari water softener yang dimasukkan ke dalam boiler dengan pompa. Pada boiler dilengkapi dengan panel automatic, yang berfungsi sebagai pengontrol boiler agar aman dan berfungsi dengan baik. Panel automatic juga berfungsi mengontrol boiler untuk berhubungan dengan kipas penghisap asap keluar, pompa pengisi air boiler dan pompa water softener. b Ruang Bakar Berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar dari daun bekas masak kayu putih bricket dan sebagai tempat pemanasan air awal yang dihubungkan dengan boiler. Konstruksi dinding api dari pipa-pipa uap yang melengkung dan menjadi satu di atas dengan pipa uap diameter 10â dan digabungkan dengan uap yang terbentuk di boiler. Lantai ruang bakar terbuat dari semen tahan api dan berlubang-lubang untuk pemasukan udara segar dari luar yang dihisap oleh exhaust fan. c Exhaust Fan Berfungsi menghisap udara panas yang telah dipakai untuk memanasi ruang bakar dari ketel uap dan memasukkan udara segar ke dalam ruang bakar untuk kemudian dihembuskan ke cycloon. d Cycloon Berfungsi memisahkan debu yang terhisap dari boiler oleh exhaust fan agar tidak keluar ke udara bebas. e Chimney Berfungsi mengalirkan asap pembakaran ke udara. Sedangkan untuk pengumpan air digunakan alat-alat sebagai berikut. a Pompa feeding water Berfungsi memompa air untuk masuk ke dalam boiler secara otomatis dari tangki air umpan yang telah dilunakkan dalam tangki water softener. b Water softener Berfungsi melunakkan air yang masuk ke dalam boiler dari kadar kapur, agar tidak mudah membentuk lapisan kapur yang menempel di bagian dalam boiler. c Feed pump water softener Berfungsi memompa air yang akan dilakukan ke dalam water softener dari bak air. d Feed tank Berfungsi menyimpan air yang sudah dilewatkan water softener dan sudah lunak untuk dipompa masuk ke dalam boiler. 2. Penguapan Daun Alat-alat yang digunakan pada penguapan atau pemasakan daun adalah sebagai berikut a Bak Daun Berfungsi sebagai wadah untuk keranjang yang berisi daun kayu putih yang akan diberi uap panas dari ketel uap. Kapasitas bak adalah kg. Jumlah bak daun di pabrik ini ada 2 unit. b Keranjang Daun Berfungsi untuk tempat daun kayu putih yang akan dimasak / diuapi dalam bak daun, sehingga mudah untuk dimasukkan dan dikeluarkan. Kapasitas keranjang adalah kg daun kayu putih. Jumlahnya 2 unit. c Hoist Crane Berfungsi untuk memasukkan dan mengangkat keranjang daun dari bak daun yang akan dan telah selesai dimasak. Kapasitas daya angkat 1 ton, sedang jumlahnya 1 buah. 3. Pendinginan dan Pemisahan Minyak dengan Air Alat-alat yang digunakan pada proses pendinginan uap minyak daun kayu putih, antara lain adalah a. Condensor Berfungsi mengembunkan uap minyak air dan uap air yang keluar dari ketel uap untuk dijadikan cairan dengan cara didinginkan. b. Pompa air condensor Berfungsi memompa air pendingin dari bak air pendingin untuk dipompa masuk ke dalam condensor dan keluar lagi menuji cooling tower. c. Cooling tower Berfungsi mendinginkan air dari bak air yang akan dialirkan melalui condensor, dari suhu 1040F 400C menjadi 920F 330C. Sedangkan untuk memisahkan air dengan minyak kayu putih, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut a Separator Berfungsi memisahkan minyak kayu putih dari air yang keluar bersamaan dari kondensor dengan menggunakan sistem gravitasi. Air akan keluar dari bagian bawah dan langsung dibuang ke sungai, sedangkan minyak kayu putih akan keluar bagian atas. Proses pemisahan ini dikontrol melalui kaca pengamat. b Tangki penampung minyak kayu putih Berfungsi menampung minyak kayu putih dari separator. Kapasitas 200 liter. Strategi Pemasaran Ada 2 kemungkinan segmen pasar yang dijadikan target pasar, yaitu Pasar ekspor, sebagai bahan baku industri dengan pengolahan khusus sebagai bahan setengah jadi, dan Pasar lokal, dengan produk akhir, dimana perusahaan harus melakukan proses penciptaan nilai tambah terlebih dahulu. Kedua pasar ini dapat dijadikan pilihan atau merupakan tahapan. Jika hanya merupakan pilihan saja, maka untuk kondisi saat ini sebaiknya memilih menjual ke pasar ekspor, untuk meningkatkan pendapatan, dengan kondisi khusus yaitu barang setengah jadi. Pilihan ini memberikan manfaat bagi perusahaan, karena pasar ekspor mempunyai harga yang lebih baik daripada pasar lokal, selain itu penciptaan produk dengan spesifikasi khusus dari pembeli akan memberikan nilai tambah. Apabila kedua pasar tersebut merupakan tahapan pemasaran untuk menuju penciptaan produk akhir, maka dalam jangka pendek pemasaran diorientasikan pada pasar ekspor untuk barang setengah jadi dan setelah mempunyai kesiapan, baru memasuki pasar produk akhir dengan penciptaan nilai tambah yang dilakukan sendiri.
Minyak kayu putih merupakan salah satu minyak atsiri yang biasa digunakan dalam sehari-hari. Produksi dalam negeri hanya dapat memproduksi minyak kayu putih 650 ton/tahun dari permintaan kebutuhan dalam negeri dalam setahun sebesar ton sehingga memacu pemalsuan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil minyak kayu putih hasil destilasi dengan minyak kayu putih yang ada di pasaran berdasarkan mutu Standar Nasional Indonesia SNI. Destilasi minyak atsiri dilakukan dengan 5 kg daun kayu putih menggunakan metode destilasi uap air selama 3 hari didapatkan rendemen sebesar 2,32%. Minyak kayu putih hasil destilasi dan minyak produk A, B dan C dilakukan pengujian profil minyak berdasarkan SNI 06-3954-2006 meliputi warna, bau, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol 70%, dan profil KLT. Hasil pengamatan organoleptis minyak hasil destilasi, produk A, B, dan C memiliki perbedaan warna, bobot jenis, dan kelarutan dalam etanol 70% serta tidak ada perbedaan bau dan indeks bias. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan profil minyak produk A, B, dan C yang tidak memenuhi SNI pada pengujian bobot jenis pada produk C. KLT dengan menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak Toluen 100%. Profil KLT pada produk C tidak terlihat noda yang sama dengan standar eucalyptol yang diperlihatkan oleh minyak lainnya. Keywords Analisis profil, Minyak kayu putih, SNI 06-3954-2006 To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this ZulkarnainAbdul Karim Antonius Rino VanchapoEfek samping asma yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi pola tidur, aktivitas sehari-hari, kerusakan paru paru, dan berbagai komplikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh uap minyak kayu putih. Penelitian Quasi eksperimental dengan 40 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uap minyak kayu putih efektif secara nyata menurunkan sesak napas pada penderita asma dengan skor p=0,000 dengan uji statistik Spearman rho. Uap minyak kayu putih dapat digunakan sebagai terapi nonfarmakologi untuk meredakan sesak napas pada penderita asma The current health concern to the entire world is the chronic respiratory disease caused by coronavirus 2 COVID-19. A specific treatment or proper therapy is still lacking, and the investigations from across the world for proper drug/vaccine development towards disease control are in progress. The Coronavirus replication takes place by the conversion of the polypeptide into functional protein and this occurs due to the key enzyme Main protease Mpro. Therefore, identification of natural and effective Mpro inhibitors could be a safe and promising approach for COVID-19 control. Methods The present in silico study evaluates the effect of bioactive compounds found in Eucalyptus and Corymbia species essential oil on Mpro by docking. Molecular docking of the major seven compounds of essential oil citronellol, alpha-terpineol, eucalyptol, d-limonene, 3-carene, o-cymene, and alpha-pinene with Mpro was studied by AutoDock and the properties were analysed by PreADMET and Biovia Discovery Studio visualizer. Results The calculated parameters such as binding energy, hydrophobic interactions, and hydrogen bond interactions of 6LU7 Mpro with Eucalyptus and Corymbia volatile secondary metabolites represented its scope as an effective therapy option against covid-19. Among the docked compounds, eucalyptol shows the least binding energy without toxicity. Conclusions The outcome of this study reported that the essential oil of Eucalyptus and Corymbia species, mainly eucalyptol can be utilized as a potential inhibitor against COVID-19 and also it can be used in its treatment. Hence, further analysis was required to explore its potential application in was applied to identify 24 main substances in Melaleuca cajuputi essential oil TA extracted from fresh cajeput leaves through steam distilling. The inhibitory capability of active compounds in the TA from Thua Thien Hue, Vietnam over the AngiotensinâConverting Enzyme 2 ACE2 protein in human body â the host receptor for SARSâCoVâ2 and the main protease PDB6LU7 of the SARSâCoVâ2 using docking simulation has been studied herein. The results indicate that the ACE2 and PDB6LU7 proteins were strongly inhibited by 10 out of 24 compounds accounting for in the TA. The most powerful anticoronavirus activity is expressed in the order Terpineol TA2 â Guaiol TA5 â Linalool TA19 > Cineol TA1 > ÎČâSelinenol TA3 > αâEudesmol TA4 > ÎłâEudesmol TA7. Interestingly, the synergistic interactions of these 10 substances of the TA exhibit excellent inhibition into the ACE2 and PDB6LU7 proteins. The docking results orient that the natural Melaleuca cajuputi essential oil is considered as a valuable resource for preventing SARSâCoVâ2 invasion into human body. This is the first time to simulate the inhibitory effect of compounds in Melaleuca cajuputi oil to the main proteins of SARSâCoVâ2 PDB6LU7 and its host receptor ACE2. They are strongly inhibited by the individual inhibition as well as the synergistic interaction of 10 out of 24 compounds accounting for in this oil. The results orient that Melaleuca cajuputi oil is considered as a valuable resource for SARSâCoVâ2 nilam yang diproduksi oleh petani lokal umumnya masih memiliki mutu rendah yang disebabkan oleh proses penyulingan yang relatif singkat serta masih menggunakan metode dan peralatan yang sederhana. Rasio refluks pada distilasi fraksinasi dapat digunakan sebagai perlakuan untuk meningkatkan mutu minyak nilam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari rasio refluks terhadap mutu dan karakteristik minyak nilam hasil distilasi fraksinasi serta kondisi proses yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan analisis deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan tiga variabel penelitian yaitu rasio refluks 201, 301, dan 401 dengan pengulangan sebanyak tiga kali, serta diatur untuk menghasilkan 3 fraksi cut pada masing-masing variabel penelitian. Parameter yang diukur meliputi rendemen proses, kadar patchouli alcohol, warna, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, dan kelarutan dalam etanol 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio refluks tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik minyak nilam yang dihasilkan pada cut yang sama, kecuali pada nilai bilangan asam. Rasio refluks 201 sudah cukup baik dalam menghasilkan mutu minyak nilam, khususnya pada cut 3 karena memiliki kadar patchouli alcohol yang tinggi sebesar 85,39%, serta serta memiliki kondisi proses paling efisien karena memiliki waktu proses paling singkat, yaitu 13,28 jam serta menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 95%.Kata Kunci distilasi fraksinasi, minyak nilam, rasio refluksRealized genetic gain of improved seed of cajuput from a breeding program and seed source x site interaction on the oil properties 1,8-cineole and oil yield was evaluated through the establishment of genetic gain trials in two sites Gunungkidul dan Ponorogo. Improved seed from two seed sources tested in the trials were first generation seedling seed orchard SSO-1 and selected superior seed trees in the SSO-1 SSO-2. As a control, unimproved seed from three seed sources natural stands in Maluku ST-1, plantation in Ponorogo ST-2 and Gundih ST-3 were also planted together in the trials. The genetic gain trial was established using a randomised complete clock design which consists of 5 tested seed sources, 20 treeplot, 8 replicates and spacing of 3 x 3m. The results of study showed that the realized genetic gain for the content of 1,8-cineole from SSO-2 over the controls ranged from to and the genetic gain of the oil yield ranged from to 26,43%. Meanwhile the realized genetic gain for SSO-1 ranged from to and to for the content of 1,8-cineole and oil yield,respectively. The non-significance of seed source x site interaction indicates that all improved seed from the first-generation seedling seed orchard of cajuput in Paliyan are most likely to be adaptable to the varies site in Gunungkidul and Ponorogo while maintaining the high productivity in oil ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik penguapan air daun kayu putih pada berbagai kelas pertumbuhan pohon dan kualitas minyak yang dihasilkan dari jenis Asteromyrtus symphyocarpa. Sejumlah 9 pohon yang mewakili tingkat pertumbuhan 3 pohon, 3 tiang dan 3 pancang diambil sebagai sampel dari area Taman Nasional TN Wasur, Merauke. Masing-masing sampel pohon diambil 3 cabang yang mewakili cabang rimbun, sedang dan kurang rimbun. Masing-masing cabang diukur berat segarnya, dan diukur pengurangan beratnya sebagai penguapan air selama 5 hari berturut-turut. Penyulingan dilakukan di ketel dengan metode uap, dengan kapasitas ketel 12 kg daun kayu putih segar yang diulang sebanyak 5 ulangan. Penyulingan berlangsung selama 4-5 jam, dan setiap 30 menit minyak kayu putih hasil penyulingan dikumpulkan secara kumulatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tiang memiliki berat daun segar tertinggi yaitu 163,56 g/cabang, disusul tingkat pohon dan pancang dengan berat daun segar masing-masing 160,22 g/cabang dan 142,33 g/cabang. Tingkat pohon memiliki rata-rata laju penguapan air daun tertinggi yaitu 7,89 g/hari, sementara pada tingkat pancang dan tiang berturut-turut hanya 6,47 g/hari dan 6,28 g/hari. Minyak kayu putih memiliki rendemen 0,33%, berat jenis 0,912, indeks bias 1,459, kelarutan dalam alkohol 11, putaran optik dan kadar sineol 80%. Kualitas minyak kayu putih secara keseluruhan dari daun pohon Asteromyrtus symphiocarpa bisa memenuhi standar SNI 06-3954-2006 dan termasuk kelas utamaU.Yun LiYanni LaiYao Wang Peiping Xu1,8-Cineol is a major monoterpene principally from eucalyptus essential oils and has been shown to exert anti-inflammatory, antiviral, and inhibitory of nuclear factor NF-kB effect. In the present study, we evaluated the effect of 1,8-cineol on mice infected with influenza A virus. We found that 1,8-cineol protects against influenza viral infection in mice. Moreover, 1,8-cineol efficiently decreased the level of IL-4, IL-5, IL-10, and MCP-1 in nasal lavage fluids and the level of IL-1ÎČ, IL-6, TNF-α, and IFN-Îł in lung tissues of mice infected with influenza virus. The results also showed that 1,8-cineol reduced the expression of NF-kB p65, intercellular adhesion molecule ICAM-1, and vascular cell adhesion molecule VCAM-1 in lung tissues. Thus, 1,8-cineol appears to be able to augment protection against IFV infection in mice via attenuation of pulmonary inflammatory merupakan bagian yang paling penting dari pohon penghasil minyak kayu putih. Dimensi daun bervariasi antar genus, antar pohon dalam genus yang sama serta antar pohon dalam jenis yang sama. Sehubungan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mencermati karakteristik ukuran daun dan rendemen minyak atsiri serta melihat kemungkinan hubungan antara dimensi daun dan hasil minyak. Spesies yang diteliti terdiri dari Melaleuca viridiflora pohon bunga merah, M. viridiflora pohon bunga putih, M. cajuputi, Asteromyrtus brasii dan A. symphiocarpa, yang tumbuh alami di Taman Nasional Wasur, Merauke Papua. Dari lima jenis, sekitar 6 kg daun segar diambil dan disiapkan untuk proses destilasi uap. Secara total, ada sekitar 120 lembar daun sebagai sampel yang mewakili dimensi lima jenis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jenis M. Viridiflora bunga putih memiliki rata-rata dimensi panjang dan lebar daun terbesar, sedangkan jenis M. Cajuputimemiliki rata-rata panjang daun terkecil dan jenis A. brasii memiliki rata-rata lebar daun terkecil. Jenis A. Symphiocarpamemiliki rendemen terbesar yaitu 1,43 %, sedangkan sedangkan jenis M. viridiflora bunga merahmemiliki nilai rendemen terendah yaitu sebesarInflammatory diseases of the respiratory system such as rhinosinusitis, chronic obstructive pulmonary disease, or bronchial asthma are strongly associated with overproduction and hypersecretion of mucus lining the epithelial airway surface. 1,8-cineol, the active ingredient of the pharmaceutical drug Soledum, is commonly applied for treating such inflammatory airway diseases. However, its potential effects on mucus overproduction still remain the present study, we successfully established ex vivo cultures of human nasal turbinate slices to investigate the effects of 1,8-cineol on mucus hypersecretion in experimentally induced rhinosinusitis. The presence of acetyl-α-tubulin-positive cilia confirmed the integrity of the ex vivo cultured epithelium. Mucin-filled goblet cells were also detectable in nasal slice cultures, as revealed by Alcian Blue and Periodic acid-Schiff stainings. Treatment of nasal slice cultures with lipopolysaccharides mimicking bacterial infection as observed during late rhinosinusitis led to a significantly increased number of mucin-filled goblet cells. Notably, the number of mucin-filled goblet cells was found to be significantly decreased after co-treatment with 1,8-cineol. On a molecular level, real time PCR-analysis further showed 1,8-cineol to significantly reduce the expression levels of the mucin genes MUC2 and MUC19 in close association with significantly attenuated NF-ÎșB-activity. In conclusion, we demonstrate for the first time a 1,8-cineol-dependent reduction of mucin-filled goblet cells and MUC2-gene expression associated with an attenuated NF-ÎșB-activity in human nasal slice cultures. Our findings suggest that these effects partially account for the clinical benefits of 1,8-cineol-based therapy during rhinosinusitis. Therefore, topical application of 1,8-cineol may offer a novel therapeutic approach to reduce bacteria-induced mucus hypersecretion. Mercy Nisha PaulineNithyalakshmiThe orange peel which is considered as a waste can be used for the extraction of essential oil which has many applications ranging from food flavoring agent to cosmetics. Orange oil can be extracted by various conventional methods like steam distillation, solvent extraction. Novel methods like super critical CO 2 extraction, turbo distillation also has been employed. The conventional methods though simple are robust and the yield percentage is less whereas the novel methods are not cost effective. This paper focuses on improved steam distillation, where the orange peels are preheated before subjecting to distillation. The preheating enhances the oil yield and the water distillate can be used as such for further applications. This extraction procedure can also be used for the extraction of aromatic oils from other sources such as leaves, flowers, stem, wood as well. Key Words Improved Steam distillation, Conventional steam distillation, orange peels, Limonene Introduction Essential oils contain highly volatile substances that can be isolated by a physical method or process from plants of a single botanical species. The oils normally bear the name of the plant species from which they were derived. Few essential oils have been identified to possess a very good anti microbial effect. Immune system needs support and these essential oils can give the required endorsement. [D. Pandey et al.]. Orange is an excellent source of Vitamin C. Besides, oranges constitute Vitamins B1, B2, B3, B5, and B6, flavonoids, terpenes, potassium and calcium. They are also a very good source of dietary fiber [Milind et al., 2012]. Orange peel oil is the major oil produced worldwide and is used extensively in the food industry, primarily as a flavoring agent. It possesses a light, sweet, fresh top note with fruity and aldehydic character. Many household and personal-care products employ orange oil owing to its pleasing character, ability to blend with other aroma components, low cost and availability. Citrus peel and/or essence oils are being commonly employed as a top note component in some perfumes and colognes [Glen et al, 2007]. Orange fruit contains essential oil. D-limonene 1-methyl-4-1-methylethanyl cyclohexane is a monoterpene with a lemon-like odor and is a major constituent in several citrus oils. Limonene is a naturally occurring chemical which is used in many food products, soaps and perfumes for its lemon-like flavor and odor. Limonene also is a registered active ingredient in 15 pesticide products used as insecticides, insect repellents, and dog and cat leucadendron Linn. leaf oils from Gunung Kidul, Gundih and Sukun, Java, Indonesia, at tree ages of 5, 10, and 15 years were analyzed to elucidate their qualities and chemical compositions. These oils gave yields from to The samples from Gundih produced the highest yields compared to those from Gunung Kidul and Sukun. These oils were colorless with an odor typical of Melaleuca oils. The specific gravity of essential oils in this study ranged from to The samples from Gunung Kidul were the highest in specific gravity The refractive index values of oil samples ranged from to optical rotation ranged from â to â and ratio miscibility of oils in 70% ethanol ranged from 11 to 1 The organoleptic profiles and physicochemical properties of M. leucadendron Linn. leaf oils in this study were evaluated based on the Indonesian National Standard SNI 06-3954-2006 for standard quality of Melaleuca essential oils; only a few specific gravity values were below the standard. GC-MS spectrometry analysis indicated the presence of 26 compounds. Among them, 1,8-cineole α-terpineol d+-limonene and ÎČ-caryophyllene were the major components. Samples from each site tended to decrease in 1,8-cineole content and increase in ÎČ-caryophyllene content as plant age increased. α-Terpineol was highest at plant age 10 years, and d+-limonene varied according to plant site and is a complex mixture that contains nutrients and bioactive composition and chemical compositionthat is needed by the human body. Honey is also rich in antioxidants because it is prone to falsification given its manyproperties. This study discusses the chemical and nutritional profiles and the observation of counterfeiting in honey usingthe infrared septicroscopy method. The honey used is obtained from providers of native honey from Kalimantan forestswith 3 kinds of honey brands, namely Mahuka A MHA, Mahuka B MHB and Mahuka C MHC. Tests of chemicaland nutritional profiles included Water content, ash content, protein content, fat content and calcium levels followed byhoney counterfeiting observation using the Fourier Transform Infrared FTIR method with a combination of Partial leastsquare PLS calibration model and Principle Component Regression PCR. The results of all honey samples havevarying values in the water content between - Ash content of Protein content - content carbohydrate content. Observation of FTIR honey counterfeiting is used to replace the authenticity of Honey MH. FTIR combined with Partial Least Square PLS was optimized in the subsequent testing ofa mixture of sucrose MCS with native honey MH. Calibration models were taken in a combination of regions 1423 -1825 cm-1. A high coefficient of determination R2 of with a calibration value RMSEC of the root error of thesquare root low of v / v was successfully understood in the MHA on the PLS model. high R2 values and lowRMSEC and RMSEP values on calibration and validation assessments with both accuracy and precision models Elya SudradjatMinyak kayu putih adalah salah satu obat tradisional yang digunakan untuk penyakit saluran nafas seperti asma, sinusitis, dan paru-paru. Eucalyptol atau 1,8-sineol merupakan bahan aktif dari minyak kayuputih biasa digunakan untuk mengobati peradangan saluran nafas. Penelitian secara in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa 1,8-sineol memperlihatkan banyak khasiat. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas secara sistimatik dan komprehensif dari pustaka tentang kegunaan dari 1,8-sineol sebagai bahan obat untuk berbagai penyakit. Pustaka dikumpulkan melalui Pub Med dan Google Scholar sampai dengan tanggal 27 Mei 2020, dengan kata kunci 1,8-cineole, eucalyptol, respiratory, medicinal properties. Dari penelusuran literatur didapatkan 116 jurnal dari PubMed dan 51 jurnal dari Google Scholar, dan setelah duplikasi dihilangkan didapat 49 artikel untuk diulas. 1,8-Sineol bermanfaat untuk a anti inflamasi saluran nafas, b anti inflamasi, c anti mikroba, d anti virus, e anti kanker, f anti spasmodik, g analgesik, h obat penenang, i hipertensi, j farmakokinetik. Uji in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa 1,8-sineol memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan. Untuk memperkuatnya diperlukan uji klinik pada manusia agar dapat dimanfaatkan oleh Tri RatnaningsihEnny Insusanty Azwin AzwinForest harvesting waste in the form of Ecalyptus pellita leaves can be utilized to be essential oil by distillation process. The research aimed to 1 to know the effect of duration of leaf storage on yield and quality of essential oil produced, 2. Comparing the quality of leaves essential oil with eucalyptus oil according to SNI. Methods taken by taking E. pellita leaf waste were then stored for 1,2,3,4,5 and 6 days then steam distillation and measured rendemen, specific gravity, sineol content and refractive index. The average oil yield of is with the highest yield of in leaves stored for 3 days. The best essential oil quality comes from leaves that have been stored for 3 days with specific gravity of 60% sineol content, refractive index and 80% alcohol solubility by 1 aim of this review is to describe the chemical characteristics of compounds present in honey, their stability when heated or stored for long periods of time and the parameters of identity and quality. Therefore, the chemical characteristics of these compounds were examined, such as sugars, proteins, amino acids, enzymes, organic acids, vitamins, minerals, phenolic and volatile compounds present in honey. The stability of these compounds in relation to the chemical reactions that occur by heating or prolonged storage were also discussed, with increased understanding of the behavior regarding the common processing of honey that may compromise its quality. In addition, the identity and quality standards were described, such as sugars, moisture, acidity, ash and electrical conductivity, color, 5-HMF and dias-tase activity, along with the minimum and maximum limits established by the Codex ZhaoJianbo SunChunyan FangFadi TangEucalyptol, also known as 1,8-cineol, is a monoterpene and has been shown to exert anti-inflammatory and antioxidant effect. It is traditionally used to treat respiratory disorders due to its secretolytic properties. In the present study, we evaluated the effect of 1,8-cineol on pulmonary inflammation in a mouse model of acute lung injury. We found that 1,8-cineol significantly decreased the level of TNF-α and IL-1ÎČ, and increased the level of IL-10 in lung tissues after acute lung injury induced by lipopolysaccharide LPS. It also reduced the expression of nuclear factor kappa B NF-ÎșB p65 and toll-like receptor 4 TLR4, and myeloperoxidase activity in lung tissues. In addition, 1,8-cineol reduced the amounts of inflammatory cells in bronchoalveolar lavage fluid BALF, including neutrophils and macrophages, and significantly decreased the protein content in BALF and the lung wet/dry weight W/D ratio. Its effect on LPS-induced pulmonary inflammation was associated with suppression of TLR4 and NF-ÎșB expressions. Our results provide evidence that 1,8-cineol inhibits acute pulmonary inflammation, indicating its potential for the treatment of acute lung Activities of Essential Oils From Plant Chemoecology to Traditional Healing Systems JavadJ Sharifi-RadJ. Sharifi-rad et al., "Biological Activities of Essential Oils From Plant Chemoecology to Traditional Healing Systems Javad," Molecules, vol. 22, no. 70, identifikasi dan pemurnian senyawa 1,8-Sineol minyak kayu putih Malaleuca leucadendronR HelfiansahH SastrohamidjojoR. Helfiansah, H. Sastrohamidjojo, and Riyanto, "Isolasi, identifikasi dan pemurnian senyawa 1,8-Sineol minyak kayu putih Malaleuca leucadendron," ASEAN J. Syst. Eng., vol. 1, no. 1, pp. 19-24, their botany, essential oils and usesJ J BrophyL A CravenJ C DoranJ. J. Brophy, L. A. Craven, and J. C. Doran, "Melaleucas their botany, essential oils and uses," ACIAR Monogr., vol. 156, p. 415 pp., Kayuputih Skala Kecil Untuk Memenuhi Kebutuhan Minyak Kayu putih Dalam Negeri dan Mengurangi Impor Minyak SubstitusiK RimbawantoA PrastyonoN K SumardiK. Rimbawanto A, Prastyono NK and Sumardi., "Kebun Kayuputih Skala Kecil Untuk Memenuhi Kebutuhan Minyak Kayu putih Dalam Negeri dan Mengurangi Impor Minyak Substitusi," in Seminar Nasional Silvikultur IV, minyak kayu putih pada berbagai lokasi di malukuH SmithS IdrusH. Smith and S. Idrus, "Karakteristik minyak kayu putih pada berbagai lokasi di maluku," Maj. Biam, vol. 14, no. 2, pp. 58-69, Metode Distilasi Minyak Atsiri Daun Kayu Putih Menggunakan Hydrodistillation dan Steam DistillationM E MbaruM VictorW D ProboriniM. E. Mbaru, M. Victor, W. D. Proborini, and A. C. K. F, "Perbandingan Metode Distilasi Minyak Atsiri Daun Kayu Putih Menggunakan Hydrodistillation dan Steam Distillation," eUREKA J. Penelit. Tek. Sipil dan Tek. Kim., vol. 2, no. 2, pp. 215-221, Herbal Indonesia edisi IIAnonimAnonim, Farmakope Herbal Indonesia edisi II. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis Garcinia mangostana Pada Variasi Asal DaerahA GuntartiK SholehahN IrnaW FistianingrumA. Guntarti, K. Sholehah, N. Irna, and W. Fistianingrum, "Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis Garcinia mangostana Pada Variasi Asal Daerah," Farmasains, vol. 2, no. 5, pp. 202-207, and Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 TahunB. P. O. D. M. Republik and Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta Kepala BPOM, Termitisida Minyak Atsiri Dari Daun Cekalak Etlingera elatior JACK RM. SM. terhadap Rayap Coptotermes curvignathus Sp pada Tanaman KaretI N ZuzaniI. N. Zuzani F, Harlia, "Aktivitas Termitisida Minyak Atsiri Dari Daun Cekalak Etlingera elatior JACK RM. SM. terhadap Rayap Coptotermes curvignathus Sp pada Tanaman Karet," J. Kim. Khatulistiwa, vol. 4, no. 3, pp. 16-21, GuentherE. Guenther, Minyak Atsiri Jilid 1. Jakarta UI press, Minyak Kayu Putih melaleuca leucadendra L. dalam Produk Menggunakan Metode GS-MS dan FTIRN IrfanN. Irfan, "Autentikasi Minyak Kayu Putih melaleuca leucadendra L. dalam Produk Menggunakan Metode GS-MS dan FTIR," Thesis, Yogyakarta, Minyak Kayu Putih Hasil Penyulingan Daun Asteromyrtus symphiocarpa pada Musim Hujan dan KeringA WidiyantoA. Widiyanto et al., "Kualitas Minyak Kayu Putih Hasil Penyulingan Daun Asteromyrtus symphiocarpa pada Musim Hujan dan Kering," J. Ilmu Teknol. Kayu Trop., vol. 15, no. 2, pp. 110-117, 2017.
minyak kayu putih biasanya didapatkan dari daun pohon melaleuca